08 August 2012

Delapan, Dua Puluh Lima.

Delapan.
Sudah timpang, hanya sebelah.
Tak punya lagi yang berpasangan, hanya seorang.
Satu hilang, sebenarnya masih ada tiga penawar.
Hanya penawar tak tau bahwa mereka itu penawar.
Penawar kini hilang makna, tak berbekas.
Pergi dari rumah dan menghilang. *puff*
Seorang saja belum cukup untuk memuaskan.
Tumbuh dalam ketidakpastian.
Tak tahu siapa yang salah dan harus disalahkan.
Meninggi tanpa tau apa itu ketinggian.
Berubah  tanpa tau apa itu perubahan.

Dua Puluh Lima.
Masih timpang.
Ingin teriak? Iya, di dalam hati.
Ingin protes? Iya, tapi tak terkatakan.
Ingin berontak? Iya, di dalam jiwa.
Apakah ini kutukan? Jika iya, cumbu saja, peluk tanpa lepas, biarkan kutukan lenyap dan menjadi seorang pangeran utuh.
Apakah salah untuk mencari penawar yang lain? Salah, jika penawar itu tak menyembuhkan.
Apakah salah untuk mencari obat timpang? Salah, jika hanya sesaat.
Ada yang hilang, tapi tak tahu itu apa.
Ada yang dicari, tapi tak tahu itu apa.
Ada yang tak lengkap, tapi tak tahu itu apa.
Takut, makin lama, timpang ini serasa tak ada, timpang ini menjadi sempurna.

3 comments:

rumah fakhriz said...

Kesempurnaan dalam ketimpangan
Lengkap dalam kesendirian
Ada dalam kehilangan

Ben said...

Ramai dalam kesunyian?
Riuh dalam kehampaan. #Ea

rumah fakhriz said...

Kau bijak dalam kata
Kau lengkap dalam raga
Meski sunyi dalam jiwa
Tapi kau pandai meramai asa menuang dalam cita

Ikutkan doa di dalamnya