26 November 2014

Tentang Rasa.

Semua karena rasa,
tercipta dari biasa,
melahirkan satu asa.

Layaknya kopi yang membuatku candu,
Kau mengubahku menjadi penanti temu.

Ingin hati menggapai,
ingin rindu mencintai,
ingin rasa membelai.

Jangan temu berubah menjadi jemu,
jangan rasa hanya sekedar bertamu.

Bukan hal siapa menyimpan salah,
tapi tentang siapa yang mengalah,
kali ini aku kalah.

Harapku melebur jadi haru,
Aku kini lahir sebagai perindu.

08 September 2014

Waktu.

Saat sayang tak membutuhkan ucap,
Ketika sayang memerlukan bukti,
Kala sayang tak harus terburu,
Memang sayang harus menunggu waktu.

17 August 2014

Kepada peluk: Semoga waktu tidak pernah habis.

Belum habis cercah bahagia menikmati temu,
pisah sudah menunggu untuk menjemput.
Belum selesai rindu mengungkap semua ucap,
waktu siap memutar jarumnya lebih cepat.
Temuku berubah singkat, ketika rasaku kembali.
Rasaku kembali hampa, saat temuku usai.
Belum cukup semua cerita diurai, belum selesai semua rasa bermain,
pelukku menjelma jadi bayang.
Kepada peluk: semoga waktu tidak pernah habis.

05 July 2014

Pergi.

Pandangannya tertatap keluar jendela kaca,
Kaca yang penuh titik air bekas hujan,
Bersama secangkir kopi dan buku yang terbaca,
Bukan tatap kosong tapi sarat angan.

Hujan senja menyenyapkan luar kedai yang bising,
Kedai yang disebut dengan tempat biasa,
Sebuah tempat yang kini asing,
Tempat yang pernah diwarna dengan rasa dan asa.

Ingatannya berputar tentang dia yang menjauh,
Seperti matahari senja yang akan turun lenyap,
Menjauh bukan sebab rasa yang mulai lusuh,
Tapi oleh mereka yang membuat rasa jadi pengap.

Meja berubah menjadi saksi canda yang dulu ada,
Canda gurau di antara lalu lalang pelayan,
Saat menanti hujan jangan reda,
Memupuk rasa lebih manis antara dua kawan.

Dulu indah kini sunyi,
Mengubah ingin menjadi kepulan asap,
Janji yang tinggal bunyi,
Menunggu waktu bagi rasa berubah senyap.

Menatapnya pergi lunglai,
Berpamit dengan mata sayu,
Mencoba gigih hingga pikiran lalai,
Teriring lagu pemusik jalanan yang mendayu.

30 June 2014

Terekam Manis.

Denting adukan di cangkir,
Suara seduhan di mulut,
Bunyi rasa cecap di bibir,
Semua kurindu.

Senyum manis di wajah,
Baur pahit kopi di lidah,
Nyaman rasa di hati,
Semua kurindu.

Caramu menikmati kopi,
Buih yang kau tinggalkan di ujung bibir,
Senyum yang kau lempar tepat di mata,
Semuanya terekam manis di bayangan.

Semua semata karena rindu.
Rindu ini membuncah ingin pecah.
Jarak bukan untuk jadi bencana,
Biar menjadi pupuk untuk rasa.

Semua ini dari hati.

30 March 2014

Pernah Ada.

Tiap masa punya rasa, dalam rasa terlahir asa.
Jangan daun bermimpi jadi akar, karena hanya akan timbul kelakar.
Jumpa berkarib dengan pisah, jangan biar ada gundah.

Akan ada haru tertuang dalam rindu,
suasana boleh menjadi syahdu,
tapi jangan sedih berubah candu,
karena hidup tak hanya diwarna dengan sendu.

Temu adalah awal, dan pisah bukan tanda dari akhir.
Perpisahan hanya berbicara tentang jarak dan waktu.
Apalah arti jarak jika dekat itu ada di dalam doa?
Akan ada ingatan saat mata ditutup,
Masih ada nama disebut kala tangan berlipat,
Selalu ada harap ketika lutut bersentuh dengan lantai.

Apa guna mengeluh dan melenguh,
apa faedah sering mengaduh,
jerit boleh berbuat gaduh,
asal harapanmu nanti bisa berlabuh.

Tumbuhlah sampai habis dayamu,
Kembanglah hingga lenyap energimu,
Berbuah manislah tanpa batas,
sampai bahagiamu keluar meretas.

Ucapkan syukur pada pemberi makananmu,
Berikan senyum pada penyedia airmu,
Karena merekalah yang disebutkan,
untuk membantumu berbuah lebat.

Karena tiap halaman terbaca dalam buku, bukan untuk dilupakan,
tapi untuk dibaca kembali, untuk melahirkan memori, bahwa pernah ada,
dan tetap ada di sana, ada yang pernah menulis cerita dalam kita.