12 December 2016

Petang.

Ada teriak dalam diam,
Marah dalam kelam,
Gerah berubah jadi ruam,
Bahagia beranjak terbenam.

Angin datang membawa risau,
Jauh kembali pada lampau,
Senyum terlahir kacau,
Mimpi bahkan bersuara parau.

Segala terlihat luntur,
Harap terantuk bentur,
Lutut belajar bersungkur,
Tangan mengucap syukur.

Marah berteriak lantang,
Tak ada siapa untuk ditantang,
Kini mata mengandung petang,
Menatap sinar tak kunjung datang.

27 August 2016

Aksara.

Kita,
Tertuang dalam aksara,
Tulisan mengenai cerita,
Terbaca rapi dalam susunan kata,
Dikenang apik dalam sampul.

13 August 2016

Hujan.

Disambut hujan,
Hati merindu.
Terbit sebuah angan,
Ada rasa berubah candu.

Disambut hujan,
Ingatan mengusang.
Hangat dalam bualan,
Biar berubah jangan dibuang.

Disambut hujan,
Bersamanya kuseduh kopi.
Berharap waktu bergerak pelan,
Kita terlalu banyak tapi.

12 August 2016

Gugur.

Tuturmu berubah piawai,
Indah seperti petikan dawai.
Aksara bersuara manis terdengar,
Janji jauh dari pudar.

Riuh ranting kering terinjak,
Jangan kau dibuat terisak.
Daun boleh jatuh gugur,
Hati tidak dibuat untuk hancur.

Oh langit demi semesta,
Dia jatuh cinta.
Pikir hilang akal sehat,
Logika payah tersayat.

06 August 2016

Pergi.

Kita mengucap kata,
Mencipta mendung di dada,
Menunggu hujan di mata,
Mengantar hati pada satu masa,
Rindu.

Bayangmu memudar,
Perlahan menguap buyar,
Tak ada lagi kelakar,
Bak pohon kehilangan akar,
Rapuh.

Lalumu mengurai harap,
Mengantar kita pada senyap,
Ada kata belum diungkap,
Yang berujung pada tatap,
Pergi.

Cerita kita belum selesai,
Hanya jenuh masih mengintai,
Hujan di luar menjadi ramai,
Menatap kita dalam bingkai,
Andai.



19 May 2016

Ditelan Hujan.

Kuletakkan sementara logika,
Kumainkan sebuah ketika.
Sesapku meriuh di cangkir,
Biarkan pahit dibendung pikir.

Lalu lalang andai di hati,
Berhenti pada sebuah intuisi.
Melihat debu ditelan hujan,
Sesalku termakan jaman.

Senja tak membuatku rabun,
Janjimu mengajariku jatuh bangun.
Ucapmu berubah ragu,
Rintik di luar mencipta lagu.

Menunggu ketukmu pada pintu,
Kayu berubah jadi batu.
Dua cangkir kopi kuseduh,
Satu tetap utuh.

16 May 2016

Jeda

Awan melayang dengan kawanan,
Hujan turun dengan tanpa tujuan,
Air merindu menuju hilir,
Angin berdesir membuat semilir.

Ada kata belum diucap,
Ada perasaan belum diungkap,
Satu hati yang belum siap,
Tidak ingin rasa mendadak lenyap.

Cukup bahagiaku disimpan,
Sejenak denganmu kurasa aman,
Bak dayung dengan sampan,
Yang berdamping entah sampai kapan.

Kau membuat hujan laluku mereda,
Mengembalikan musik dengan nada,
Bersamamu tak butuh pertanda,
Denganmu kuhilangkan semua jeda.

12 March 2016

Rindu Mengadu.

Ke mana rindu mengadu?
Jika yang ia tuju sedang sibuk bercumbu,
Bukan denganku.

@KampungSastra

19 February 2016

Jumpa.

Temu di celah cahaya malam,
Bujuk langit untuk tetap kelam,
Mereka berhujam sentuhan,
Tampak mengabaikan Tuhan.

Ingin rasa waktu tak berdetik,
Berhenti pada satu titik,
Biarkan hujan berhenti merintik,
Apa daya manusia tak berkutik.

Fajar pagi tetap merekah,
Di balik awan yang payah,
Hati terpaksa gundah,
Saat dua tatapan berpisah.

Berbicara dengan mata,
Mengirimkan kata,

Temu ini memang sesaat,
Kata akan ada lain waktu,
Kini rindu semakin pekat,
Menanti janji yang ditunggu.

05 January 2016

Kalau.

Mata mencandu silau,
Ingin dibuat terpukau.
Jangan sekali mencipta kacau,
Sudah terlalu banyak kalau.

Bukan hati yang risau,
Lidah mulai meracau.
Kini banyak mau,
Tidak hanya ingin kau.

Terlalu lama menunggu,
Sekian lama mematung.
Bukan kadang rasa terganggu,
Membuat asa terkatung.

Bak lahan di kemarau,
Membuat suara parau.
Sering kau katakan kalau,
Kalimatmu laksana ranjau.

Kau biarkan menanti rintik,
Hingga hati berubah pelik.
Janji membuat rasa apik,
Namun tak lagi ditilik.

Aku tak kuasa,
Untuk membunuh rasa.
Biarkan aku menikmati hujan,
Sebagai pelipur dari Tuhan.