13 August 2012

Rindu Setengah Mati.

Ada sebagian darimu ada didiriku.
Ada sebagian pikiranmu ada di pikiranku.
Ada sebagian hidupmu di hidupku.
Adakah sebagian perjuanganmu di perjuanganku?
Tak terlalu mengenalmu dengan baik sebelum kau menghilang.
Tak kukenal sosokmu.
Tapi sering waktu, aku rindu.
Aku rindu setengah mati, hingga mata ini bengkak.
Aku rindu setengah mati, aku berteriak tanpa suara, diredam kapuk bantal.
Aku rindu setengah mati, merindui sesosok yang kurang kukenal.
Aku rindu setengah mati, ingin peranmu di hidupku lebih banyak.
Aku rindu setengah mati, ingin kehidupan yang lain jika saja kau masih berwujud.
Membuang waktu berharap kosong.
Membuang waktu mengandaikan perandaian mustahil.
Membuang waktu untukku bermimpi yang lebih nyata.
Membuang waktu untuk hal yang tak kan kudapat.

08 August 2012

Delapan, Dua Puluh Lima.

Delapan.
Sudah timpang, hanya sebelah.
Tak punya lagi yang berpasangan, hanya seorang.
Satu hilang, sebenarnya masih ada tiga penawar.
Hanya penawar tak tau bahwa mereka itu penawar.
Penawar kini hilang makna, tak berbekas.
Pergi dari rumah dan menghilang. *puff*
Seorang saja belum cukup untuk memuaskan.
Tumbuh dalam ketidakpastian.
Tak tahu siapa yang salah dan harus disalahkan.
Meninggi tanpa tau apa itu ketinggian.
Berubah  tanpa tau apa itu perubahan.

Dua Puluh Lima.
Masih timpang.
Ingin teriak? Iya, di dalam hati.
Ingin protes? Iya, tapi tak terkatakan.
Ingin berontak? Iya, di dalam jiwa.
Apakah ini kutukan? Jika iya, cumbu saja, peluk tanpa lepas, biarkan kutukan lenyap dan menjadi seorang pangeran utuh.
Apakah salah untuk mencari penawar yang lain? Salah, jika penawar itu tak menyembuhkan.
Apakah salah untuk mencari obat timpang? Salah, jika hanya sesaat.
Ada yang hilang, tapi tak tahu itu apa.
Ada yang dicari, tapi tak tahu itu apa.
Ada yang tak lengkap, tapi tak tahu itu apa.
Takut, makin lama, timpang ini serasa tak ada, timpang ini menjadi sempurna.

Sejauh Memandang.

Burung bersayap kini bersiap
Dia terbang untuk melalang
Hatinya tertawan memandang awan
Bersenandung hingga langit menjadi mendung.

07 August 2012

Perjalanan.

"I think you travel to search and you come back home to find yourself there."

Sebagian orang menyukai perjalanan. Lewat perjalanan, mereka menghabiskan waktu dan menikmatinya. Waktu terasa berjalan sangat cepat, melintasi ruang, mengenalkan dan membiasakan diri akan sebuah perpindahan dimensi ruang. Perjalanan membuat beberapa orang mengenali diri mereka sendiri. Sebuah perjalanan membawa seseorang untuk menjumpai hal yang belum pernah ia temui, menganalisa, membuat perbandingan dan membuat kesimpulan, apapun kesimpulan itu, akan memperkaya wawasan. Manusia diciptakan, dilahirkan di suatu daerah tertentu, bukan berarti mereka harus menetap di tempat itu selamanya. Manusia diciptakan untuk memiliki rasa keingintahuan, seperti halnya seorang anak kecil yang sedang memiliki keingintahuan yang besar, setiap melihat hal yang asing baginya, ia akan melontarkan pertanyaan demi pertanyaan hingga ia terpuaskan.

Perjalanan membuat seseorang menjadi dewasa, berpikir dalam, berpikir cepat, menguraikan masalah dan mengambil solusi. Perjalanan itu seperti pencarian, menemukan tujuan, mendapat kepuasan, mencari destinasi lain dst. Satu dua kali perjalanan tidak akan bisa memuaskan keingintahuan, perjalanan itu seperti candu, bisa membuat orang tergila-gila bagi mereka yang sudah merasakan getahnya. Terikat, sadar dan tak mau lepas.

Perjalanan itu bergerak. Bergerak di dalam dimensi yang juga bergerak. Bumi itu luas dan bergerak. Planet ini saja bergerak, kenapa kita tidak ikut bergerak juga? Sebuah perjalanan membuat daya adaptasi bekerja dengan maksimal. Perjalanan membuat manusia bisa sampai ke tempat bernama bulan. Jika tidak bergerak, maka mencapai bulan akan tinggal mitos dan harapan dan mimpi. Sebagian besar manusia memiliki habitat mereka sendiri yang disebut rumah. Titik awal dan titik akhir perjalanan adalah rumah, pergi dari dan kembali ke rumah. Pergi dengan wawasan yang sama, kembali dengan tambahan wawasan.

Dimensi perjalanan saat ini hanya dimensi ruang. Andai saja, andai, andai ada dimensi waktu yang bisa ditembus, melintas dimensi waktu di belakang yang sudah lalu, mengulang hanya untuk hitungan jam atau menit, tanpa harus mengubah cerita di masa sekarang. Mengulang masa menaiki bus dua lantai, di sore hari menuju pusat perbelanjaan dengannya, duduk di lantai dua, di baris terdepan, mengamati daun yang diterpa kaca depan, menikmati bunyi gemerisiknya, sambil mendengarkannya berjanji, "Nanti sebelum pulang beli kereta-keretaan paling panjang, trus pulang dipamer ke mamah ya". Tanpa kalimat itu menjadi kenyataanpun, walau hanya mendengar saja sudah seperti hujan di musim kering.

Ingin rasanya mengakhiri perjalanan, pulang ke rumah, dan bertemu dengan pertanyaan "Bagaimana perjalananmu?".